Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam latihan (training)

a. Intensitas Latihan
Hidayat (1990:53) menyatakan, “Semua gerakan yang eksplosif memerlukan energi yang besar”. Ini berarti pengeluaran energi merupakan indikasi tingkat intensitas suatu pekerjaan. Tentang intensitas latihan oleh Moeloek (1984:12) dijelaskan, “Intensitas latihan menyatakan beratnya latihan”. Kemudian Chu (1989:13) menyatakan, “Intensity is effort involved in performing a given task”. Jadi intensitas latihan adalah besarnya beban latihan yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu.
Untuk mengetahui suatu intensitas latihan atau pekerjaan adalah dengan mengukur denyut jantungnya. Cara mengukur intensitas ini oleh Harsono (1988:115) dijelaskan, “Intensitas latihan dapat diukur dengan berbagai cara, yang paling mudah adalah dengan cara mengukur denyut jantung (heart rate)”. Selanjutnya Katch dan Mc Ardle yang dikutip oleh Harsono (1988:116) menjelaskan:

1) Intensitas latihan dapat diukur dengan cara menghitung denyut jantung/nadi dengan rumus: denyut nadu meksimum (DNM) = 220 – umur (dalam tahun). Jadi seseorang yang berumur 20 tahun, DNM-nya = 220 – 20 = 200.
2) Takaran intensitas latihan
a. Untuk olahraga prestasi: antara 80%-90% dari DNM. Jadi bagi atlet yang berumur 20 tahun tersebut taakaran intensitas yang harus dicapainya dalam latihan adalah 80%-90% dari 200 = 160 sampai dengan 180 denyut nadi/menit.
b. Untuk olahraga kesehatan: antara 70%-85% daari DNM. Jadi untuk orang yang berumur 40 tahun yang berolahraga menjaga kesehatan dan kondisi fisik, takaaran intensitas latihannya sebaiknya adalah70%-85% kaali (220 – 40), sama dengan 126 s/d 153 denyut nadi/menit.
Angka-angka 160 s/d 180 denyut nadi/menit dan 126 s/d 153 denyut nadi/menit menunjukan bahwa atlet yang berumur 20 tahun dan oraaang yang berumum 40 tahun tersebut berlatih dalam training sensitive zone, atau secara singkat biasanya disebut training zone.
c. Lamanya berlatih di dalam training zone:
– Untuk olah raga prestasi: 45 – 120 menit
– Untuk olahraga kesehatan: 20 – 30 menit

b. Volume Latihan
Dalam suatu latihan biasanya berisi drill-drill atau bentuk-bentuk latihan. Isi latihan atau banyaknya tugas yang harus diselesaikan ini disebut volume latihan. Tentang hal ini oleh Chu (1989:13) dijelaskan, “Volume is the total work performed is single work art session or cycle”. Sedangkan mengenai pentingnya volume latihan oleh Bompa (1993:57) dikatakan, “As an athlete approaches the stage of high performance, the overall volume training becomes more important”. Hal ini mengisyaratkan bahwa setiap latihan harus memperhatikan volume selain dari intensitas latihannya.

c. Frekuensi Latihan
Sama halnya dengan volume latihan, frekuensi latihanpun memiliki hubungan dengaan intensitas dan lamanya latihan. Makin tinggi intensitas dan makin lama waktu tiap latihan maka frekuensi latihannyapun makin sedikit. Hal ini merupakan indikasi bahwa banyaknya pertemuan atau ulangan latihan menunjukan frekuensi latihannya. Mengenai hal ini Moeloek (1984:14) menjelaskan, “Frekuensi latihan adalah ulangaan latihan yang dilakukan dalam jangka waktu satu minggu.” Kemudian Chu (1989:14) mengemukakan, “Frequency is the number of time an exercise is performed (repetition) as well as the number of time exercise session take place during a training cycle”.
Dengan demikian maka dalam latihan tendangan dollyo hal-hal tersebut di ataas perlu diperhatikan dengan seksama, karena akan menentukan suatu kualitas latihan. Tentang kualitas latihan oleh Weineck yang dikutip Hidayat (1990:21) dijelaskan, “Kualitas latihan berhubungan erat dengan perbandingan antara intensitas dengan volume.” Selanjutnya Harsono (1988:118) mengemukakan sebagai berikut:

Latihan yang bermutu adalah apabila latihan dan drill-drill yang diberikan memang benar-benaar sesuai dengan kebutuhan atlet apabila koreksi-koreksi yang konstruktif sering diberikan, apabila pengawasan dilakukan oleh pelatih sampai ke detail-detail gerakan, dan apabila prinsip-prinsip overload diterapkan baik dalam segi fisik maupun mental atlet.

d. Masa Pulih
Masa pulih atau recovery dari setiap penyelesaian suatu tugas adalah hal yang perlu diperhatikan karena menyangkut kesiapan tubuh umumnya dan otot-otot khususnya untuk menerima beban tugas berikutnya. Mengenai masa pulih ini, Brittenham (1996:12) menjelaskan sebagai berikut:

Adaptasi fisik terjadi pada saat istirahat, karena pada waktu itu tubuh membangun persiapan untuk gerakan berikutnya. Maka istirahat yang cukup akan memberikan hasil yang maksimal. Jika anda terlalu giat berlatih dan tidak memberikan kesempatan tubuh beristirahat diantara tiap sesi latihan, maka anda akan mengalami kelelahan atau bahkan kemunduran.

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka dapat dinyatakan bahwa dalam pelaksanaan latihan harus memperhatikan intensitas, volume, frekuensi dan masa pulih. Hal ini dilakukan agar efektivitas dan efesiensi latihan semakin lebih baik.

Hakikat Latihan

1.  Pengertian Latihan

Seseorang yang melakukan suatu aktivitas secara teratur, terencana, berulang-ulang dengan kian hari semakin berat beban kerjanya sering dinyatakan bahwa orang tersebut sedang melakukan latihan. Hal ini didasarkan pada pengertian training yang dijelaskan oleh Harsono (1988: 101) bahwa “Training adalah proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja, yang dilakukan secara berulang-ulang dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan / pekerjaannya.” Kemudian Giriwijoyo (1992:78) menjelaskan sebagai berikut:

Latihan ialah upaya sadar yang dilakukan secara berkelanjutan dan sistematis untuk meningkatkan kemampuan fungsional raga yang sesuai dengan tuntutan penampilan cabang olahraga itu, untuk dapat menampilkan mutu tinggi cabang olahraga itu baik pada aspek kemampuan dasar (latihan fisik) maupun pada aspek kemampuan keterampilannya (latihan teknik).

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa latihan adalah suatu proses pemberdayaan diri melalui suatu aktivitas yang sistematis, berulang-ulang, dan kian hari kian menambah beban tugasnya. Berkaitan dengan penelitian ini maka latihan yang dimaksud adalah proses pemberdayaan diri melalui aktivitas sistematis untuk meningkatkan ketepatan pukulan forehand groundstroke dalam permainan tenis.

2.  Prinsip-prinsip Latihan

Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam rangka meningkatkan kemampuan dan prestasi atlet adalah penerapan prinsip-prinsip latihan dalam pelaksanaan program latihan. Hal ini disebabkan prinsip-prinsip latihan merupakan faktor yang mendasar dan perlu diperhatikan dalam pelaksanaan suatu program latihan. Harsono (1991:83) menyatakan:

Agar prestasi dapat meningkat, latihan harus berpedoman pada teori dan prinsip latihan. Tanpa berpedoman pada teori dan prinsip latihan yang benar, latihan seringkali menjurus ke praktek mala-latih (mal-practice) dan latihan yang tidak sistematis-metodis sehingga peningkatan prestasi sukar dicapai.

Prinsip-prinsip latihan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

  • Prinsip pemanasan tubuh (warming-up principle)

Pemanasan tubuh penting dilakukan sebelum berlatih. Tujuan pemanasan ialah untuk mempersiapkan fungsi organ tubuh guna menghadapi kegiatan yang lebih berat dalam hal ini adalah penyesuaian terhadap latihan inti.

  • Prinsip beban lebih (overload principle)

Sistem faaliah dalam tubuh pada umumnya mampu untuk menyesuaikan diri dengan beban kerja dan tantangan-tantangan yang lebih berat. Selama beban kerja yang diterima masih berada dalam batas-batas kemampuan manusia untuk mengatasinya dan tidak terlalu berat sehingga menimbulkan kelelahan yang berlebihan, selama itu pulalah proses perkembangan fisik maupun mental manusia masih mungkin, tanpa merugikannya. Jadi beban latihan yang diberikan kepada atlet haruslah cukup berat dan cukup bengis namun realistis yaitu sesuai dengan kemampuan atlet, serta harus dilakukan berulang kali dengan intensitas yang tinggi. Harsono (2004:9) menyatakan, “Beban latihan yang diberikan kepada atlet haruslah secara periodik dan progresif ditingkatkan.”

  • Prinsip sistematis (systematic principle)

Latihan yang benar adalah latihan yang dimulai dari kegiatan yang mudah sampai kegiatan yang sulit, atau dari beban yang ringan sampai beban yang berat. Hal ini berkaitan dengan kesiapan fungsi faaliah tubuh yang membutuhkan penyesuaian terhadap beratnya beban yang diberikan dalam latihan. Dengan berlatih secara sistematis dan dilakukan berulang-ulang yang konstan, maka organisasi-organisasi sistem persyarafan dan fisiologis akan menjadi bertambah baik, gerakan yang semula sukar akan menjadi gerakan yang otomatis dan reflektif.

  • Prinsip intensitas (intensity principle)

Perubahan-perubahan fungsi fisiologis yang positif hanyalah mungkin apabila atlet dilatih melalui suatu program latihan yang intensif yang dilandaskan pada prinsip overload dimana secara progresif menambah beban kerja, jumlah pengulangan serta kadar intensitas dari pengulangan tersebut. Harsono (2004:11) menyatakan, “Intensitas yang kurang dari 60%-70% dari kemampuan maksimal atlet tidak akan terasa training effect-nya (dampak/manfaat latihannya).

  • Prinsip pulih asal (recovery principle)

Harsono (2004:11) menyatakan, “Perkembangan atlet bergantung pada pemberian istirahat yang cukup seusai latihan agar regenerasi tubuh dan dampak latihan bisa dimaksimalkan.” Dalam hal ini atlet perlu mengembalikan kondisinya dari kelelahan akibat latihan melalui istirahat.

  • Prinsip variasi latihan

Latihan dalam jangka waktu yang lama sering menimbulkan kejenuhan bagi atlet, apalagi program latihan yang dilaksanakan bersifat jangka panjang. Oleh karena itu, latihan harus dilaksanakan melalui berbagai macam variasi sehingga beban latihan akan terasa ringan dan menggembirakan. Apalagi variasi latihan yang diterapkan sesuai dengan kebutuhan. Harsono (2004:11) menyatakan, “Untuk mencegah kebosanan berlatih, pelatih harus kreatif dan pandai menerapkan variasi-variasi dalam latihan.”

  • Prinsip perkembangan multilateral

Harsono (2004:11) menyatakan, “Prinsip ini menganjurkan agar anak usia dini jangan terlalu cepat dispesialisasikan pada satu cabang olahraga tertentu.” Dalam hal ini sebaiknya anak diberikan kebebasan untuk terlibat dalam berbagai aktivitas olahraga agar ia bisa mengembangkan dirinya secara multilateral baik dalam aspek fisik, mental maupun sosialnya.

  • Prinsip individualisasi

Harsono (2004:9) menyatakan, “Agar latihan bisa menghasilkan yang terbaik, prinsip individualisasi harus senantiasa diterapkan dalam latihan.” Artinya beban latihan harus disesuaikan dengan kemampuan adaptasi, potensi, serta karakteristik spesifik dari atlet.

  • Prinsip spesifik (specificity principle)

Prinsip ini mengisyaratkan bahwa latihan itu harus spesifik, yaitu benar-benar melatih apa yang harus dilatih. Harsono (2004:10) menyatakan, “Manfaat maksimal yang bisa diperoleh dari rangsangan latihan hanya akan terjadi manakala rangsangan tersebut mirip atau merupakan replikasi dari gerakan-gerakan yang dilakukan dalam olahraga tersebut.”

Aspek-aspek Latihan

Pengoptimalan faktor eksogen seperti latihan-latihan, pengoptimalan fungsi dan peran pelatih dalam pengembangan kemampuan atlet adalah hal utama bagi upaya meningkatkan dan mencapai suatu prestasi. Pengoptimalan tersebut tentu mengacu pada tujuan yang ditetapkan. Penetapan tujuan dimaksudkan agar aktivitas atau usaha yang dilakukan terarah dan teramati.  Bagi seorang atlet usaha-usaha tersebut adalah latihan. Mengenai latihan sebagai faktor eksogen, Harsono (1988:100) menjelaskan, “Tujuan serta sasaran utama dari latihan atau training adalah untuk membantu atlet meningkatkan keterampilan dan prestasinya semaksimal mungkin”.  Adapun aspek-aspek latihan yang perlu dilatih secara seksama oleh atlet adalah latihan fisik, teknik, taktik dan mental.  Keempat aspek tersebut saling memberikan pengaruh terhadap pencapaian suatu hasil, sehingga proses pelatihannya pun harus menyeluruh dan mencakup aspek-aspek tersebut.

Batasan atau pengertian keempat aspek latihan tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Latihan fisik adalah latihan yang ditujukan untuk mengembangkan kondisi fisik secara keseluruhan.
  2. Latihan teknik adalah latihan yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan dalam penguasaan gerakan-gerakan suatu cabang olahraga.
  3. Latihan taktik adalah latihan yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan dalam menyiasati keadaan atau kondisi yang ada baik di dalam maupun di luar diri atlet.
  4. Latihan mental adalah latihan yang ditujukan untuk mengembangkan kematangan dan perkembangan emosional.